Minggu, 13 Desember 2015

Review dan Sinopsis Film The Green Mile



Frank Darabont is amazing story-teller.
Setelah cukup terbuai dengan jalinan cerita yang dihadirkan oleh Darabont dalam The Shawshank Redemption ( 1994 ), kali ini The Green Mile ( 1999 ) kembali mengajak saya untuk terpaku di depan TV selama 3 jam untuk menyaksikan indahnya ceritanya yang kembali dihadirkan oleh sineas yang sudah pernah duduk di kursi sutradara, produser, scriptwriter ini. Untuk Film kedua dimana ia duduk di belakang kamera, Frank Darabont ternyata kembali ke teritori yang familiar baginya.


Sumber : http://mecail2012.blogspot.co.id/




Seperti halnya The Shawshank Redemption, yang menjadi film debut pertamanya yang diangkat dari buah pena penulis terkenal, Stephen King, However The Green Mile yang juga mengambil latar Penjara, ceritanya sendiri memperkenalkan apa yang tidak ada di dalam The Shawshank Redemption, sisi supernatural. Dan, tidak seperti kebanyakan film-film yang diangkat dari novel novel Stephen King , ini bukanlah film horor. Sebaliknya, ini adalah sebuah cerita tentang penebusan, pelepasan dan keajaiban, terutama tentang penegasan bahwa keajaiban bisa muncul di tempat tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh kita.

Itulah yang membuat The Green Mile, yang sebenarnya adalah film yang suram tapi berisikan banyak pesan pesan moral yang sangat penting.

" The Green Mile" adalah nickname dari sebuah blok sel penjara di komplek penjara Cold Mountain, sebuah blok khusus tempat semua terpidana mati ditempatkan sebelum mereka dieksekusi di kursi listrik "Old Sparky".



Sumber : http://mecail2012.blogspot.co.id/

Narator dan sekaligus tokoh utama di film ini adalah Paul Edgecomb ( Tom Hanks ),merupakan petugas yang bertanggung jawab atas semua hal yang berlangsung di dalam blok khusus ini, bersama rekan rekannya yang lain, Brutus, Dean dan Harry.

Suatu hari, John Coffey ( baca : Like the drink, only not spelled the same ), seorang pria berkulit hitam yang berperawakan sangat besar, menjadi penghuni baru di Green Mile, ia terpidana mati atas kejahatan pembunuhan dan pemerkosaan akan dua orang anak perempuan dari keluarga berkulit putih. Dengan perawakannya yang seperti itu, siapa yang menyangka John ternyata orang yang sentimental, soft-spoken, dan pemalu ?


Sumber : http://mecail2012.blogspot.co.id/

Satu persatu keajaiban terjadi di The Green Mile dan John Coffey adalah bagian dari keajaiban itu.


Sumber : http://mecail2012.blogspot.co.id/

180 menit yang saya habiskan di minggu siang yang gelap karena hujan saat menonton film in. Dengan durasi yang selama itu, Darabont does an excellent job of character development. Sebenarnya, film ini mungkin bisa dipangkas secara efektif dengan durasi 2/3 nya saja, sesungguhnya untuk materi materi cerita yang ada di film ini tidak terlalu menjamin jika disajikan dengan durasi sepanjang ini. Tapi hal ini diakali dengan cerdas oleh Darabont, yaitu dengan mengajak penonton ( saya ) untuk memfokuskan pikiran ke karakter karakternya ketimbang plot cerita yang ada.

 Beberapa film mungkin ada yang membutuhkan 180 menit untuk mencapai puncak, klimaks dari ceritanya itu sendiri, The Green Mile is not one of them. Bagi saya, ending film ini mempunyai dampak emosional yang sangat tinggi - yang sangat sulit dielakkan, dan tentu saja hal itu terjadi dan tercipta karena jumlah waktu yang kita habiskan untuk memperhatikan satu persatu karakter yang ada, sehingga kita bisa sampai pada tahap kesimpulan akhir yang sebenarnya sudah bisa kita tebak, tapi tetap kita nantikan sampai menit terakhir. Darabont dengan cerdasnya mengajak penonton tetap asyik menyaksikan menit demi menit yang ada dengan mengandalkan fokus kepada karakter karakternya ini.

Oke, mungkin saya agak sedikit bermasalah dengan durasi yang agak tidak mampu sejajar dengan materi ceritanya sendiri. walau begitu, The Green Mile is powerfull motion picture. Karakter karakternya tercipta dengan sangat baik, dengan Tom Hanks mengisi posisi seorang tokoh protagonis yang gampang disukai penonton ( saya ), atau Doug Hutchison sebagai Percy Whitmore, salah satu sipir yang sadis dan kejam, yang sangat baik membawakan karakter antagonis sadis di film ini yang sanggup membuat kita membenci nya pada pandangan pertama, saya sendiri mendesis terkejut sekaligus marah ketika dia mencoba membunuh Mr. Jingles, tikus coklat yang menjadi kesayangan salah satu tahanan di Mile, hanya untuk menunjukkan kearoganan dan sifat jahatnya yang tak kenal ampun.

 Dan jangan lupakan Sam Rockwell, yang juga mendapat kesempatan dalam film ini menjadi si penjahat gila yang tidak bisa dikontrol, bahkan membuat kewalahan Paul dan rekan rekannya dengan tingkahnya yang diluar batas.

 But the real standout is Michael Clarke Duncan, pembawaan yang dilakukannya akan karakter John is often touching and occasionally wrenching, dan nominasi Best Supporting actor yang diterimanya pada tahun 2000 is well deserve, walau patung emas tersebut akhirnya jatuh ketangan Michael Caine ( The Cider House Rules ). Duncan jelas standout di film ini, dan hampir menutupi performa Hanks sendiri yang likeable dan tidak terlalu berbelit belit, kita bisa dengan mudahnya menyukai Hanks disini, tapi Duncan selalu menjadi scene stealer di setiap kemunculannya, dan kau tidak bisa berpikir banyak kecuali merasa seram ( ketika pertama melihat perawakannya ), tapi kemudian menjadi penasaran karena sikapnya yang sangat bertolak belakang dengan tampilan fisik dan tentunya tuduhan kejahatan yang dialamatkan kepadanya, membunuh dan memperkosa bocah perempuan. Hal ini juga sempat membuat penasaran Paul yang agak sedikit tidak percaya dengan hal tersebut dan mendorong hatinya untuk mengetahui lebih lanjut dengan bertanya kepada pengacara yang membela John.



Meanwhile, para rekan rekan John di Mile, yang mempunyai persahabatan yang erat satu sama lain ( kecuali dengan Percy ), and it's refreshing to see them treat prisoners like human beings instead of garbage ( walalu selama menonton, kita tidak diberikan detail mendalam akan kejahatan para tahanan lainnya, jadi mungkin agak mudah bagi kita untuk melihat dan menyukai hubungan tersebut ) .


Sumber : http://mecail2012.blogspot.co.id/

Salah satu adegan yang paling mengejutkan dan bisa membuat bulu kuduk merinding tentu saja ada di "Old Sparky", saat saat dimana terpidana mati menjalankan eksekusinya di kursi listrik ini, and is disturbing enough to change amost anyone's ( including me ) opinion about the humanity of using the electric chair. Jika ada bagian horor di film ini, maka  Old Sparky lah horor nya, walalu The Green Mile adalah kisah fiksi, tapi apa yang terjadi selama dan di dalam proses eksekusi tersebut adalah berdasarkan kesaksian saksi saksi hidup yang pernah menyaksikannya secara langsung.


Sumber : http://mecail2012.blogspot.co.id/

The Green Mile is one of those "not a dry eye" in the theater motion pictures. Dan bukan, ini juga bukanlah film drama tragis yang bisa dengan mudah membuat kita mengeluarkan air mata di setiap adegannya, tapi air mata dan kesedihan yang ada justru berada hampir di penghujung film, saat semua kisah sudah terangkum dan kita mengerti dan mengetahui banyaknya hal hal yang sudah dibangun oleh Darabont untuk membangun emosi tersebut di setiap menit dan menitnya selama durasi 3 jam tersebut. The Green Mile mungkin tidak bisa meyamai reputasi The Shawshank Redemption, beberapa bahkan mungkin akan berpendapat, tidak fair jika kita hanya menyukai salah satunya, tapi dengan pilihan pilihan yang dilakukan Darabont terhadap materi antara dua film ini, Ia telah menciptakan dua film yang sangat familiar, but yet so different, mungkin kita bisa saja mencoba membandingkan dan membedakannya satu persatu, toh saya percaya, semakin hal itu dilakukan, perbedaan yang ada justru semakin jelas dan semakin menguatkan karakter film ini sendiri.
The Green Mile, is an affecting motion picture, its failing is that it does not meet the expectations of those who were waiting to crown it the Best Film of 1999.

The Green Mile l 1999 l Frank Darabont

*******


Nb : oh ya, saya juga suka dengan diselipkannya film Top Hat ( 1935 ) nya Fred Astaire di film ini, muncul di dua scene yaitu saat ditonton Paul yang sudah renta di rumah jompo yang mengingatkannya kepada John, dan menjadi permintaan terakhir seorang John Coffey, yaitu menonton film di layar lebar, dan itu adalah Top Hat ( 1935 ). Membuat lagu yang dinyanyikan Astaire di film ini, Cheek to Cheek , membawa nuansa nostalgia akan kedua film ini. ^_^



Sumber : http://mecail2012.blogspot.co.id/



Sumber : http://mecail2012.blogspot.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca blog ini dan jangan lupa meninggalkan komentar ya....