Kamis, 17 Desember 2015

Review Film Rectoverso



Review film Dinar kali ini datang dari sebuah film yang diadaptasi dari novel berjudul sama . RECTOVERSO


“Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang ia sanggup miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki.”


Sumber : http://pradiptia.blogspot.co.id/





Dialog di atas adalah sebagian kecil dialog yang terdapat dalam Film Rectoverso. Film ini termasuk dalam kategori omnibus karena di dalamnya terdapat lima cerita yang memiliki tema yang sama, yakni Cinta yang Takterucap. Kelima cerita tersebut adalah Malaikat Juga Tahu, Curhat Buat Sahabat, Hanya Isyarat, Firasat, dan Cicak di Dinding. Kelima cerita tersebut diangkat dari buku kumpulan cerpen karya Dewi Lestari dan lirik lagu berjudul sama dengan cerita tersebut.


Sumber : http://pradiptia.blogspot.co.id/


Bercerita sedikit mengenai Dewi Lestari atau Dee. Sepertinya penulis yang dulunya lebih dikenal sebagai penyanyi ini sedang menjadi buah bibir di beberapa kalangan. Pasalnya, buku-buku karyanya sedang laris manis dibuatkan versi filmnya. Yang pertama Perahu Kertas, kedua Rectoverso, ketiga yang akan datang adalah Madre. Film pertamanya Perahu Kertas dapat dikatakan sukses karena sambutan penonton yang luar biasa (walaupun menurut saya sangat biasa saja) dan film yang kedua ini yang berjudul Rectoverso, sepertinya akan menyusul kesuksesan film pertamanya (kalau ini saya setuju. Haha). Diangkat dari sebuah kumpulan cerita pendek yang masing-masing memiliki cerita sederhana, namun di tangan Dee, cerita-cerita tersebut menjadi tidak sederhana. Diksi dan gaya bahasa yang ia tuangkan dalam Rectoverso, dapat membawa pembaca larut ke dalam cerita. Ditambah lagi lirik-lirik lagu yang ia ciptakan berdasarkan cerita tersebut semakin menambah Rectoverso istimewa.


Sumber : http://pradiptia.blogspot.co.id/


Ketika pertama kali saya tahu bahwa ini akan difilimkan, jujur sekali saya tidak berespektasi banyak. Saya hanya berpikir, dengan harga tiket 30 ribu, saya bisa menyaksikan lima cerita dan itu sangat mengasikan. That’s it! Ternyata setelah menonton filmnya, eksekusinya melebihi bayangan saya. Bahkan sampai keluar bioskop pun saya masih mengingat bagaimana perasaan saya saat menonton film itu tadi. Mungkin ini subjektif tapi entah alasannya apa, saya merasa kalau saya benar-benar terbawa alur cerita tersebut.

Sumber : http://pradiptia.blogspot.co.id/

Alur yang disajikan ternyata berbeda dengan film omnibus yang pernah saya tonton, tapi sepertinya ini bukan alur yang pertama. Di tanggal 14 Februari 2008, saya menonton Film Love yang memiliki jenis alur yang sama dengan Rectoverso. Film ini memang dibuat oleh lima sutradara dan memiliki cerita, alur, dan ending masing-masing tapi bukan satu cerita selesai, lalu dilanjutkan cerita lain, dan begitu seterusnya. Tidak. Akan tetapi, pada bagian awal, penonton akan dikenalkan terlebih dahulu kelima cerita tersebut. lalu di bagian tengah masalah dari tiap-tiap cerita mulai terlihat dan pada bagian akhir, klimaks dari masing-masing cerita diselesaikan, sehingga membuat penonton terbawa alur dan emosi. Bahkan saya pun beberapa kali menangis. Hiks.


Sumber : http://pradiptia.blogspot.co.id/

Melihat film ini dari segi cerita sudah tidak usah diragukan lagi, kelima cerita yang dipilih dari sebelas cerpen dalam Rectoverso memiliki bobot yang sama. Dari segi pemain, cukup membawa alur, namun bobotnya mulai berbeda di tiap cerita. Favorit saya adalah Lukman Sardi di cerita Malaikat Juga Tahu. Pertama karena saya suka sekali lagu itu, kedua saya suka ceritanya, ketiga saya menyukai video klip lagu tersebut. Ketika menonton cerita ini, sudah pasti saya kagum dengan acting beliau yang sangat apik memerankan tokoh Abang, yang memiliki kekurangan mental namun tidak dengan hati dan jiwanya. Abang digambarkan sebagai orang yang perfeksionis. Dapat dilihat dari kepekaannya terhadap sekitar. Ia memiliki kebiasaan menyusun sabun menyerupai piramida sampai jumlahnya seratus dan ia selalu menjadwal warna baju yang mau ia cuci berdasarkan hari. Kalau hari Senin bajunya warna putih, Selasa warna terang, dan Rabu warna gelap. Kalau ada yang melanggar, ia akan tahu dan tidak mau menerima. Lalu, ia mulai menyukai Leia, salah satu penghuni kost di sana. Leia adalah sahabat Abang yang paling mengerti dia. Suatu hari, adik abang pulang dari luar negeri dan seiring berjalannya waktu ia pun mulai suka terhadap Leia. Mereka akhirnya memiliki hubungan dan berniat menikah, tetapi Ibu Abang menjelaskan bahwa Abang akan sangat kecewa karena ia menyukai Leia. Ibu Abang meminta Leia dan Hans, adik abang untuk berpura-pura tidak terjadi apa-apa di depan Abang. Namun, mereka berdua tidak setuju dan memutuskan untuk pergi jauh dari kehidupan Abang. Nah, di sini klimaksnya. Abang menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang, di sini Lukman Sardi sukses membuat saya menangis takhenti-henti. Yang paling membuat saya terbawa adalah ketika Abang pernah menulis pesan kepada ibunya lebih kurang seperti ini, “Seratus itu sempurna, tetapi kamu satu lebih dari sempurna” kalimat tersebut ia tujukan untuk Leia. Sepertinya kalimat ini sebentar lagi akan hits banget deh dipakai cowok-cowok ngerayu cewek-cewek.

Sumber : http://pradiptia.blogspot.co.id/


Ternyata tidak hanya cerita Malaikat Juga Tahu yang memiliki kalimat-kalimat yang ciamik. Di setiap cerita dalam film ini terdapat filosofi dan dialog inti yang bisa diingat oleh penonton. Saya akan mencoba mengingatnya. Misalnya dalam cerita Cicak di Dinding. Mengapa cicak? Karena cicak itu melekat dengan tembok dan cicak itu sebetulnya menjaga manusia dari gigitan nyamuk, tapi terkadang keberadaannya tidak diinginkan. Atau firasat. Mengapa kita diberi firasat? Apakah firasat dapat mengubah takdir? Kalau tidak bisa mengubah takdir, untuk apa ada firasat? Firasat itu tidak bisa mengubah apapun. Firasat itu ada untuk membuat kita bisa menerima. Saat kita menerima, kita juga belajar berdamai dengan hidup. Itu aja sih yang diinget, sisanya lupa. Hehe. Tidak salah sih kalau kita menilai film ini penuh akan filosofi kehidupan.
Secara keseluruhan, film ini bagus. Mulai dari cerita, alur, pemain, dan penata musik, semuanya pas. Tidak lebih dan kurang. Recommended movie to watch. Dan jangan lupa membawa tissue ketika menonton. Happy watching dan selamat berfilosofi.
Pwu.



Sumber : http://pradiptia.blogspot.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca blog ini dan jangan lupa meninggalkan komentar ya....